Telah umum diketahui bahwa hampir tidak ada bidang kehidupan masyarakat yang tidak terjamah oleh hukum, baik sebagai kaidah maupun sikap tindak manusia yang teratur dan unik. Hal ini teutama disebabkan karena pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur. Akan tetapi, keteraturan bagi seseorang belum tentu sama dengan ketraturan bagi orang lain. Oleh karena itu, diperlukan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia agar kepentingan-kepentingan sesame warga masyarakat. Salah satu kaidah yang diperlukan manusia adalah kaidah hkum yang mengatur hubungan antarmanusia untuk mencapai kedamaian melalui keserasian antar ketertban denagn ketentraman.
Walaupun manusia senantiasa mengharapakn agar hukum dapat mengatur kehidupan dengan baik sehingga ercapai kedamaian di dalam masyarakat, tidaklah mustahil bahea hasilnya malahan sebaliknya. Oleh karena factor-faktor tertentu yang semestinya dapat diperhitungkan sejak semula, hokum malahan dapat mengakibatkan terjadinya sikap tindakyagn tidak serasi dengan hukum itu sendiri. Dalam kebanyakan hal warga masyarakat memetuhi hokum, tetapi di lain pihak mungkin ada warga masyarakat yang menentangnya secara terang-terangan, tidak mengacuhkannya atau berusaha unuk menghindarinya.
A. PENGERTIAN ETIKA
Manusia yang hidup di dalam system kemasyarakatan terdiri atas aspek jasmaniah dan rohaniah. Aspek rohaniah manusia terdiri atas kodat alamiah, kodrat budaya, serta dunia nilai. Kodrat alamiah manusia terdiri atas:
- Cipta (pikiran, rasio),
- Karsa (kehendak, kemauan),
- Rasa (perasaan, emosi).
Cipta melalui logika akan menciptakan ilmu pengetahuan. Karsa melalui etika menciptakan religi, akhlak, sopan santun, dan hukum. Rasa melalui estetika menciptakan kesenian. Hal-hal yang diciptakan itu merupakan kodrat budaya, sedangkan dunia nlai yang masing-masung dihasilkanya adalah:
- Kebenaran,
- Keserasian,
- Keindahan.
Kesemuanya itu dibawa manusia ke dalam kehidupan kemasyarakatan sehingga mencakup system kemasyarakatan serta subsistem yang menjadi bagiannya.
Berdasarkan pernyataan tersebut di atas dapat dikatakan baha etika yang menghasilkan religi dan akhlak lebih tertuju kepada kesempurnaan diri manusia pribadi. Yang menghasilkan sopan santun dan hukum tertuju kepada kehidupan antar pribadi (interaksi). Etika dalam proses selanjutnya, yang semula merupakan etika kemasyarakatan, sesuai dengan subsistem yang ada, dapat mengkhususkan diri pada masing-masing subsistem. Dengan demikian, mungkin ada etika politik, etika social, etika budaya, etika kesehatan, dan seterusnya.
Titik sentral etika adalah penilaian terhadap hal-hal yang disetujui dan yang tidak disetujui. Daya cakup titik sentral itu adalah antara lain;
- Apa yang benar dan apa yang salah,
- Apa yang merupakan kebaikan dan apa yang merupakan keburukan,
- Apa yang merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan,
- Apa yang dihendaki dan apa yang ditolak.
Pada dasarnya etika atau etiket merupakan pedoman tata karma, aturan-aturan penggunaan tata tertib yang dilaksanakan dalam pergaulan oleh manusia untuk manusia mengatur manusia dalam segala tindak dan gerak. Tata cara hubungan antara manusia yang saling membutuhkan.
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa etika paling sedikit mempunyai arah-arah sebagi berikut:
- Analisis psikologis atau sosiologis untuk menjelaskan perihal tolak ukur penilaian yang dipergunakan.
- Rekomendasi sikap tindak atau tungkah laku.
Oleh karena itu, dari etika berkembanglah aksiologi (apa yang benar atau yang salah menurut nilai tetentu) dan deontology (yakni ilmu mengenai apa yang seharusnya). Kedua hal itu tidak perlu berjalan secara terpisah sehingga dapat saja digabung.
B. MAKSUD DAN TUJUAN DARI ETIKA / ETIKET
Maksud dan tujuan dari etika / etiket itu sendiri adalah sebagai berikut;
Etika akan membuat hidup seorang manusia lebih nyaman dan menyenangkan.
Kita dapat lebih lancar berinteraksi dengan lingkungan manapun dan dapat mencapai tingkat penemuan harmonis antara pribadi dan lingkungannya.
Untuk dapat melakukan segala sesuatu pada waktu dan tempat secara tepat dan sesuai.
Agar sukses dan lingkup keluarga, masyarakat dan kehidupan karier.
C. ETIKA KESEHATAN
Sebagaimana dijelaskan di muka, hal-hal yang berkaitan dengan etika berkembang pada masing-masing subsistem sehingga mungkin ada etika kesehatan yang berkembang dalam masyarakat yagn bersangkutan. Etika kesehatan itu jelas mencakup penilaian terhadap gejala kesehatan yang disetujui atau ditolak, dan juga mencakup suatu kerangka rekomendasi bagaimana bersikap tindak secara pantas didalam bidang kesehatan.
Persoalan etika kesehatan menjadi bahasan urgen dalam lingkup dunia kedokteran karena berhubungan dengan sumpah seorang dokter yang lebih mengutamakan kemanusiaan (bukan semata keuntungan). Anda mungkin sulit terlupa dengan kasusnya Prita Mulyasari yang sempat menghebohkan gara-gara berperkara dengan salah satu rumah sakit berlabel internasional.
Memberikan keterangan setransparan mungkin ke pasien ihwal penyakit dan atau diagnosa media merupakan bagian dari etika, yang harus dipenuhi setiap dokter sebagai individu dan rumah sakit sebagai institusi. Prita, konon telah dilanggar haknya tersebut karena ketika berusaha untuk melakukan konfirmasi menyoal hasil tes pemeriksaannya, jawaban yang diberikan pihak rumah sakit tidak komprehensif.
Persoalan diatas jelas merupakan bagian dari etika kesehatan yang harus dipenuhi oleh masing-masing insitusi kesehatan dimanapun. Karena apa? Dimanapun, termasuk di rumah sakit yang membutuhkan interaksi diantara manusia harus dilandasi dengan sikap dan perilaku yang mengandung etika.
Asal - Usul
Mengapa Yunani? Secara etimologi, etika berasal dari Yunani yang menurut terminologi yang dirumuskan oleh Araskar dan David (1978) sebagai “kebiasaan”, atau model perilaku yang diharapkan untuk dilakukan karena selalu saja pendasarannya adalah hati nurani. Sementara menurut Mimin Suhaemi (2002), etika dimasa kontemporer banyak disebut sebagai motif yang mendasari seseorang untuk melakukan sesuatu.
Kode Etik
Etika dalam konteks profesi digariskan dengan apa yang disebut sebagai kode etik, yakni serangkaian aturan-aturan atau norma yang berisi tata laku atau pedoman dalam menjalankan suatu profesi tertentu. Seorang jurnalis, mempunyai kode etik yang disebut dengan kode etik jurnalistik. Demikian juga, seorang dokter, perawat atau perangkat lainnya memiliki kode etik profesi yang sering disebut dengan kode etik kedokteran yang wajib ditaati.
Banyak faktor yang mempengaruhi kode etik dalam bidang kesehatan, yang diantaranya kita bisa menyebut: tingkat kemajuan teknologi, ilmu kedokteran yang berkembang demikian dinamis semisal: alat kedokteran yang bisa dipakai untuk memperpanjang usia, cangkok organ, legalisasi aborsi, teknik kloning, dsb. Hal-hal demikian patut direnungkan bersama karena jelas ada sisi-sisi kontradiktif dengan sistem etika yang terangkum dalam kode etik tadi.
Pertanyaannya, mana yang harus menjadi prioritas disaat kedua hal tadi bertemu dalam satu simpul dan mengharuskan untuk dipilih salah satu-satunya? Apakah tetap mempertahankan nilai etika kesehatan, atau mendahulukan hasil dari kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekalipun bertentangan dengan kode etik, atau diambil langkah lain yang bisa jadi merupakan kondisi tengah-tengah diantara keduanya?
Untuk itu paling tidak diperlukan perumusan etika kesehatan yang mengatur pola hubungan antara institusi kesehatan dengan sang pasien. Mungkin sebagai alternatif berikut beberapa diantaranya:
- Sistem paternalisme, yakni sikap membimbing, mengarahkan dan mengayomi dari institusi kesehatan kepada pasiennya.
- Sistem individualisme, yakni pasien-pasien mempunyai hak yang absolut terhadap nasib dan kehidupannya.
- Resiprokalisme, yakni adanya saling kerjasama antara pekerja kesehatan dengan pasien dan pihak keluarga.
Dengan dipegang teguhnya etika kesehatan semoga kejadian-kejadian semisal yang dialami Prita Mulyasari atau pasien miskin yang kurang mendapatkan pelayanan memadai dari pihak institusi kesehatan bisa diminimalisir bahkan dihapuskan.
Secara sosiologis, bidang kedokteran merupakan bagian subsistem kesehatan. Apabila hal itu diambil sebagai titik tolak pandangan, maka etika kedokteran merupakan bagian dari etika kesehatan. Oleh karena merupakan bagian dari etika kesehatan, maka etika kedokteran seharusnya serasi dengan etika kesehatan. Hal ini diseabkan karena etika kesehatan bersumber pada masyarat, sedangkan kalangan kedokteran merupkan bagian masyarakat.
D. ETIKA KEDOKTERAN INDONESIA
Etika kedokteran pada dasarnya merupakan suatu kerangka sikap tindak yang dianggap pantas bagi seorang dokter. Oeh karena itu, biasanya etika kedokteran berisikan pedoman-pedoman yang mencakupkewajiban-kewajiban umum, seperti misalnya: “Dalam melakukan pekerjaan kedokerannya seorang dokter dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadi.”
Etika kedokteran juga berisikan pedoman-pedoman megenai kewajiban dokter terhadap penderita, kewajiban terhadap teman sejawatnya, dan kewajiban dokter terhadap dirimnya sendiri. Contoh kewajiban dokter terhadap pasien menurut Kode Etik Kedoktera Indonesia tercantum dalam pasal 5 sebagai berikut:
- Setiap dokter harus seantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insana.
- Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala imu dan keterampilannya untuk kepentingan penderita.
- Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada doktr lain yang mempunyai kealian dalam penyakit terseut.
- Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
- Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu untuk memberikannya.
Apabila Etika Kesehatan Indonesia dipelajari dengan seksama, maka tampaknya secara sepintas tidak ada hal-hal yang tidak serasi dengan etika kesehatan secara umum. Akan tetapi, kemungkinan tetap ada bahwa dari sudut penafsiran timbul perbedaan-perbedaan. Misalnya, salah satu perbuatan dokter yang dipandang bertentangan dengan etika kedokteran adalah setiap perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.
Apabila seorang dokter menulis suatu artikel di surat kabar mengenai cara pengobatan penyakit tertentu yang dianggapnya ampuh,dapatkah perbuatan itu dipandang atau ditafsirkan sebagai sikap tindak yang melanggar etika kedokteran? Dari sudut pandangan masyarakat yang menjadi dasar etika kesehatan, perbuatan itu mungkin dianggap biasa atau memeang dihendaki karena wajib memberikan penerangan kepada warga masyarakat mengenai kesehatan.
Mengenai hal itu pernah diadadakan penelitian eksploratoris terhadap 200 mahasiswa fakultas hokum suatu perguruan tinggi di Jakarta. Pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut: “Apabila seorang dokter banyak menuis tentang perawatan suatu penyakit di surat kabar atau media masa lainnya, apakah hal itu tidak melanggarkode etik keokteran?”
Jawaban yang diperoleh adalah, 12% dari 200 mahasiswa menganggap perbuatan itu sebagai tindak melanggar kode etik. Halite disebabkan karena dapat ditafsirkan sebagai usaha mengiklankan kemampuan dokter. Akan tetapi, sebanyak 88% dari seluruh responden beranggapan bahwa hal itu tidak melanggar etik karena warga masyarakat memang menghendakinya.
Secara professional hak-hak dan kewajiban-kewajiban dokter adalah sebagai berikut:
1. Hak-hak:
- Hak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi medis.
- Hak untuk menolak melaksanakan tndakan medis yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara professional.
- Hak untuk menolak malakukan tindakan medis yang menurut hati nuraninya tidak baik atau tidak benar.
- Hak atas itikad baik pasien.
- Hak atas balas jasa.
- Hak untuk memilih pasien.
2. Kewaiban-kewajiban:
- Kewajiban yang berkaitan dengan fungsi social pemeliharaan kesehatan.
- Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis.
- Kewajiban sehubungan dengan tujuan ilmu dan teknologi kedokteran.
- Kewajiban yang berkaitan dengan asas keserasian.
- Kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasien.
- Kewajiban yang berkaitan dengan hak-hak tenaga kesehatan lainnya.
E. ETIKA DOKTER GIGI INDONESIA
Kode Etik kedokteran Gigi Indonesia, merupakan contioh lain dari Etika Kesehatan, yang di dalamnya mencakup;
- Kewajiban umum,
- Hubungan dokter gigi dengan penderita,
- Hubungan dokter gigi dengan masyarakat,
- Hubungan dokter gigi dengan teman sejawatnya, dan
- Hubungan dokter gigi dengan profesinya.
Mengenai hubungan doktr gigi dengan masyarakat, umpamanya, di atur hal-hal sebagai berikut:
- Seorang doktr gigi ebagai sarjana kesehatan wajib bersikap sebagai pendidik rakyat.
- Seotrang dikter gigi harus membantu usaha-usaha meningkatkan kesehatan gigi masyarakat.
- Seorang dokter gigi tidak di benarkan memberikan kesan yang salah kepada masyarakat tentang kemampuan dirinya maupun kemampuan obat atau pengobatan yang dipergunakannya.
F. ETIKA APOTEKER INDONESIA
Apoteker adalah tenaga kesehatan professional yang juga mempunyai kode etik. Kode Etik Apoteker Indonesia mecakup:
- Kewajiban umum,
- Kewajiban apoteker terhadap masyarakat,
- Kewajiban apoteker terhadap teman sejawatnya,
- Kewajiban apoteker terhadap sejawatnya petugas kesehatan lainnya.
Mengenai kewajiban apoteker terhadap masyarakat diatur hal-hal sebagai berikut:
- Seorang apoteker harus berbudi luhur dan memberikan contoh yang baik di dalam lingkungan kerjanya.
- Seorang apoteker dalam rangka pengabdian profesinya harus bersedia untuk menyumbangkan keahlian dan pengetahuannya.
- Seorang apoteker harus selau aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangn di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
- Seorang apoteker hendaknya selalu melibatkan diri d dalam pembangunan nasional khususnya di bidang kesehatan.
- Seorang apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya bagi masyarakat dalam rangka pelayanan dan pendidikan kesehatan.
- Seorang apoteker hendaknya menjauhkan diri dari usaha-usaha untuk mencari keuntungan drinya semata-mata yagn bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
0 Response to "Hukum Kesehatan"
Posting Komentar