Penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) adalah Penyakit autoimun dengan spektrum bervariasi dan melibatkan berbagai organ. Penyakit ini merupakan sindrom klinis yang didasari disregulasi sistem imun dan ditandai oleh pembentukan auto-antibodi antinukleus (ANA), terutama anti doublestranded DNA (antidsDNA) yang selanjutnya akan membentuk kompleks imun dan terjadi inflamasi serta kerusakan jaringan. Pada anak, insiden LES mencapai 10–20 kasus per 100.000 anak dan umumnya lebih sering ditemukan pada anak perempuan di atas usia 10 tahun. Selama periode 1997–2007 didapat 36 kasus LES di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), 29 di antaranya adalah anak perempuan dengan rasio anak perempuan dibandingkan laki-laki.
Perjalanan penyakit LES bersifat episodik yang ditandai oleh fase remisi dan flare. Pada penyakit ini tidak ditemukan manifestasi klinis atau laboratorium yang secara tunggal dapat merepresentasikan derajat aktivitas penyakit pada suatu waktu. Penentuan aktivitas penyakit LES melalui pemantauan jangka panjang memiliki peran penting dalam menentukan jenis dan dosis obat serta mencegah timbulnya penyulit. Mengingat LES memerlukan pengobatan jangka panjang maka dibutuhkan perangkat yang dapat mengevaluasi penyakit LES.
Terdapat berbagai sistem yang dapat digunakan untuk menilai aktivitas LES yang mengombinasikan kondisi klinis dan hasil laboratorium, antara lain the systemic lupus activity measure (SLAM), systemic lupus erythematosus disease activity index (SLEDAI), the European consensus lupus activity measurement (ECLAM) dan the British isles lupus assessment group (BILAG). Secara keseluruhan, semua jenis sistem skor ini akurat dan reliable, tetapi sistem skor yang praktis dan banyak digunakan dalam aplikasi klinis adalah SLEDAI. Sistem skor SLEDAI mudah digunakan, bahkan pada pemantau pemula sekalipun. Sistem ini memiliki jumlah variabel yang relatif sedikit dan sederhana sehingga dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 2 menit. Setiap variabel telah didefinisikan dengan jelas sehingga perbedaan persepsi pengisi formulir menjadi minimal. Skor SLEDAI juga sensitif terhadap perubahan aktivitas penyakit.
Pemantauan skor SLEDAI dapat dilakukan setiap 3–6 bulan atau ketika terdapat perubahan aktivitas penyakit.1Penelitian pada pasien LES dewasa yang dilakukan Ibanez dkk, menunjukkan bahwa pengamatan SLEDAI setiap 3 bulan memberikan estimasi aktivitas penyakit LES lebih baik dalam hal mendeteksi kejadian flare dibandingkan pengamatan setiap 6 atau 12 bulan. Skor SLEDAI belum merupakan standar klinis praktis yang digunakan dengan interval waktu tertentu di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Oleh karena itu, penelitian pemantauan aktivitas penyakit LES dilakukan dengan menggunakan skor SLEDAI setiap 3 bulan di Indonesia.
Metode
Penelitian deskriptif retrospektif dilakukan di Departemen IKA RSCM menggunakan rekam medik dari 1 Juli 2005 sampai dengan 31 Juli 2013. Kriteria inklusi adalah usia 0–18 tahun dan didiagnosis LES berdasarkan kriteria ACR, pasien berada dalam pemantauan selama setahun. Kasus yang rekam mediknya tidak lengkap dan tidak kontrol lebih
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
dari 3 bulan selama satu tahun pengamatan tidak diikutsertakan dalam penelitian. Setiap data klinis dan hasil laboratorium dimasukkan ke dalam skor SLEDAI (lampiran) yang dilakukan dengan interval setiap 3 bulan selama satu tahun dan dilakukan penghitungan skor dan rekapitulasi data pada akhir penelitian. Data diolah menggunakan program SPSS versi 17.
Hasil
Selama periode 1 Juli 2005 sampai dengan 31 Juli 2013 (8 tahun) ditemukan 91 pasien dengan diagnosis LES, tetapi hanya 30 pasien yang memenuhi kriteria penelitian. Sebagian besar pasien LES berjenis kelamin perempuan. Rerata usia pasien saat timbul gejala 11,23 (SD 2,88) tahun, sedangkan rerata usia saat diagnosis 11,79 (SD 2,69) dengan sebagian besar pasien terdiagnosis di atas 10 tahun. Median (rentang) waktu dari gejala hingga diagnosis adalah 3 (1–84) bulan. Sebagian besar pasien mendapat kortikosteroid sebagai terapi inisial dan lebih banyak dalam bentuk metilprednisolon dibandingkan prednison (Tabel 1).
Median (rentang) skor SLEDAI bulan ke-0 adalah 16 (8–34) dan mengalami penurunan pada pengamatan bulan berikutnya. Setelah dilakukan uji Friedman, didapatkan perbedaan bermakna antara skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun pengamatan (Tabel 2) dan sesuai hasil analisis post hoc Wilcoxon ditemukan perbedaan yang bermakna skor SLEDAI antara bulan ke-0 dengan bulan berikutnya, bulan ke-3 dengan bulan ke-6, dan bulan ke-9 dengan bulan ke-12 (Tabel 3).
Manifestasi klinis berdasarkan sistem skor SLEDAI yang paling sering ditemukan pada awal pengamatan adalah artritis, rash, dan demam, sedangkan untuk laboratorium adalah peningkatan dsDNA dan komplemen darah yang rendah (Gambar 1). Pada
Tabel 2. Skor SLEDAI setiap 3 bulan selama satu tahun
Tabel 3. Perubahan dan hubungan antar skor pengamatan
Gambar 1. Manifestasi klinis (A) dan laboratorium (B) berdasarkan skor SLEDAI pada awal pengamatan
Gambar 2. Jumlah subjek dengan intepretasi hasil skor SLEDAI pada berbagai waktu pengamatan
bulan berikutnya, hematuria merupakan manifestasi yang paling sering ditemukan.
Pada pengamatan bulan ke-0, 17 pasien termasuk kategori high activity, 10 pasien very high activity, dan sisanya moderate activity. Pengamatan bulan berikutnya menunjukkan sebagian besar pasien mengalami perbaikan. Pada akhir pengamatan terdapat 18 pasien termasuk kategori no activity, 3 mild activity, 6 moderate activity, 2 high activity, dan 2 very high activity.
Pembahasan Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar pasien LES anak adalah perempuan, sesuai dengan hasil penelitian lain.15,16 Rerata usia awitan gejala 11,23 (SD 2,88) tahun, terbanyak terjadi pada usia di atas 10 tahun (21 kasus) dan tidak ada kasus yang berusia di bawah 5 tahun. Gomez dkk15 melaporkan usia rerata saat awitan gejala 15,3 tahun dan 92,2% kasus berusia di atas 10 tahun. Muzaffer dkk17melaporkan rerata usia awitan gejala 10,5 tahun.
Rerata usia saat diagnosis LES ditegakkan adalah 11,79 (SD 2,69) tahun dan kasus terbanyak juga terjadi pada kelompok usia di atas 10 tahun. Hasil penelitian Bakr melaporkan rerata usia saat diagnosis 11,9 tahun. Sementara itu, Gomez dkk melaporkan rerata usia saat diagnosis yang lebih tinggi yaitu 16,4 tahun. Pada penelitian ini median (rentang) waktu antara gejala dengan diagnosis adalah 3 (1-84) bulan. Hasil berbeda didapatkan oleh Gonzalez dkk yang melaporkan rerata rentang waktu gejala dengan diagnosis 6,8 bulan.
Sebagian besar pasien mendapat kortikosteroid sebagai terapi inisial, lebih banyak subjek yang mendapat metilprednisolon dibandingkan prednison. Pada penelitian Gulay dkk sebagian besar juga mendapat kortikosteroid, tetapi persentase pemberian prednison lebih tinggi dibandingkan metilprednisolon. Pada penelitian Muzaffer dkk seluruh pasien mendapat kortikosteroid dan hidroksiklorokuin.
Sistem skor SLEDAI dapat digunakan untuk menilai aktivitas penyakit LES secara retrospektif dari rekam medik dengan cukup baik. Berdasarkan penelitian FitzGerald dkk, sistem skor SLEDAI memiliki reliabilitas intra-rater dan inter-rater antara manifestasi klinis dan laboratorium yang baik. Hasil tersebut menunjukkan terdapat hubungan antara gejala klinis dengan laboratorium sehingga apabila data laboratorium pada rekam medik tidak ada dan tidak didapatkan perubahan gejala klinis maka dapat dianggap normal. Selain itu, data laboratorium merupakan komponen dengan nilai yang kecil pada sistem skor SLEDAI.
Pada penelitian ini, gejala klinis yang paling banyak terjadi pada awal pengamatan adalah artritis, rash baru, dan demam. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian Bakr18 dan Dung dkk. Sementara itu, penelitian Gomez dkk dan Gulay dkk melaporkan
gejala tersering adalah rash, demam, dan ulkus mulut. Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, peningkatan dsDNA merupakan kondisi yang paling banyak ditemukan pada awal pengamatan. Penelitian Hiraki dkk dan Bakr juga melaporkan hal yang sama. Antibodi terhadap dsDNA merupakan kriteria patognomonik pada LES, dapat ditemukan pada 60%–70% kasus. Anti dsDNA merupakan pemeriksaan yang lebih spesifik dibandingkan ANA karena jarang positif pada orang sehat atau orang dengan penyakit reumatologi lain. Antibodi ini juga penting untuk memantau aktivitas penyakit LES karena cenderung memberikan kadar yang tinggi selama penyakit LES aktif.
Salah satu ciri khas penyakit LES adalah aktivitas penyakit yang berubah-ubah sepanjang perjalanan penyakit. Sistem skor SLEDAI penting untuk membantu menilai aktivitas penyakit dan menentukan terapi yang akan diberikan pada pasien LES. Penilaian skor SLEDAI dapat dilakukan setiap 3–6 bulan atau ketika ada perubahan aktivitas penyakit. Median (rentang) skor SLEDAI pada awal pengamatan 16 (8–34). Brunner dkk melaporkan rerata SLEDAI awal pengamatan 16,80 (SD 10,10), sedangkan Hiraki dkk melaporkan rerata SLEDAI yang lebih rendah yaitu 13,10 (SD 8,40). Hasil uji Friedman menunjukkan perbedaan signifikan antara kelima waktu pengamatan dan setelah dilakukan analisis post-hoc dengan uji Wilcoxon. Bahwa terdapat perbedaan bermakna antara skor SLEDAI pengamatan bulan ke-0 dengan bulan berikutnya, bulan ke-3 dengan ke-9, dan bulan ke-9 dengan ke-12. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa penilaian skor SLEDAI setiap 3 bulan dapat digunakan untuk memantau aktivitas penyakit LES pada anak. Hasil tersebut sesuai dengan Ibanez dkk14yang melaporkan bahwa penilaian skor SLEDAI setiap 3 bulan pada pasien LES dewasa memberikan estimasi aktivitas penyakit yang lebih baik dibandingkan penilaian setiap 6 dan 12 bulan.
Pada awal pengamatan, mayoritas pasien termasuk kategori high activity dan very high activity, tetapi sebagian besar pasien mengalami perbaikan aktivitas penyakit LES selama satu tahun pengamatan. Penelitian Barr dkk juga menunjukkan perubahan aktivitas penyakit pada pasien LES dewasa selama 2 tahun pengamatan. Hasil tersebut membuktikan bahwa penyakit LES berevolusi spontan dan bersifat episodik dengan fase remisi dan flare berulang.
Kesimpulan
Pasien LES anak sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan rerata usia awitan 11,23 (SD 2,88) tahun, terbanyak mengalami gejala di atas usia 10 tahun dan tidak ada yang mengalami gejala di bawah 5 tahun. Manifestasi awal tersering berdasarkan skor SLEDAI adalah artritis, rash, demam, peningkatan dsDNA, dan komplemen darah rendah. Perubahan skor SLEDAI terutama terlihat pada pengamatan antara bulan ke-0 dengan bulan ke-3. Skor SLEDAI yang dinilai setiap 3 bulan menunjukkan aktivitas penyakit LES yang bermakna, dengan mayoritas high activity pada awal pengamatan menjadi no activity pada akhir pengamatan.
Daftar pustaka
1. Akib AAP, Soepriadi M, Setiabudiawan B. Lupus eritematosussistemik. Dalam: Akib AAP, Munasir Z, Kurniati N, penyunting. Buku ajar alergi-imunologi anak. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI; 2008. h.346-73.
2. Gitelman MSK, Miller ML. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke–17. Philadelphia: Saunders; 2004.h.809-13.
3. Lam GKW dan Petri M. Assessment of systemic lupus erythematosus. Clin Exp Rheumatol 2005;23Supl39: 120-32.
4. Lehman TJA. Systemic lupus erythematosus in childhood and adolescence. Dalam: Wallace DJ, Hahn BH, penyunting. Dubois’ lupus erythematosus. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2007.h.848-66.
5. Alatas H. Nefritis lupus. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2004.h.366-80.
6. Petty RE, Laxer RM. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Cassidy JT, Petty RE, penyunting. Textbook of pediatric rheumatology. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.h.342-91.
7. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP. Karakteristik klinis lupus eritematosus sistemik pada anak. Sari Pediatri 2009;11:108-12.
8. Gladdman DD, Goldsmith CH, Urowitz MB, Bacon P, Bombardier C, Isenberg D, dkk. Sensitivity to change of 3 systemic lupus erythematosus disease activity indices: international validation. J Rheumatol 1994;21:1468- 71.
2. Gitelman MSK, Miller ML. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke–17. Philadelphia: Saunders; 2004.h.809-13.
3. Lam GKW dan Petri M. Assessment of systemic lupus erythematosus. Clin Exp Rheumatol 2005;23Supl39: 120-32.
4. Lehman TJA. Systemic lupus erythematosus in childhood and adolescence. Dalam: Wallace DJ, Hahn BH, penyunting. Dubois’ lupus erythematosus. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins;2007.h.848-66.
5. Alatas H. Nefritis lupus. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2004.h.366-80.
6. Petty RE, Laxer RM. Systemic lupus erythematosus. Dalam: Cassidy JT, Petty RE, penyunting. Textbook of pediatric rheumatology. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005.h.342-91.
7. Sudewi NP, Kurniati N, Suyoko EMD, Munasir Z, Akib AAP. Karakteristik klinis lupus eritematosus sistemik pada anak. Sari Pediatri 2009;11:108-12.
8. Gladdman DD, Goldsmith CH, Urowitz MB, Bacon P, Bombardier C, Isenberg D, dkk. Sensitivity to change of 3 systemic lupus erythematosus disease activity indices: international validation. J Rheumatol 1994;21:1468- 71.
9. Brunner HI, Silverman ED, Bombardier C, Feldman
BM. European consensus lupus activity measurement
is sensitive to change in disease activity in childhoodawitan
systemic lupus erythematosus.Arthritis Rheum
2003;49:335-341.
10. Yee CS, Isenberg DA, Prabu A, Sokoll K, The LS,
Rahman A, dkk. BILAG-2004 index captures systemic
lupus erythematosus disease activity better than
SLEDAI-2000. Ann Rheum Dis 2008;67:873-6.
0 Response to "Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik dengan Skor SLEDAI "
Posting Komentar