Pengertian Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncakterjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer (2007) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).
Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri. Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001). Menurut Nursecerdas (2009), bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena tertekuknya kateter, perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis. Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun atas manset yang dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca pada manometer seseuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare, 2001).
Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa. Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik, sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001). Adapun prosedur pengukuran tekanan darah dapat dilihat pada lampiran 4.
Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah
Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah, volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini diproses oleh otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis (Hayens, 2003).
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan gas) di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari ginjal merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah kontriksi sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon dari beberapa organ juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron juga ovari yang mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid atau hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan tekanan darah (Hayens, 2003).
Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses fisiologis yang bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah yang memastikan darah mengalir di sirkulasi dan memungkinkan jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi dengan baik. Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka dapat terjadi tekanan darah tingggi.
2. Hipertensi
a. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001). Wiryowidagdo (2002) mengatakan bahwa hipertensi merupakan suatu keadaan tekanan darah seseorang berada pada tingkatan di atas normal. Jadi tekanan di atas dapat diartikan sebagai peningkatan secara abnormal dan terus menerus pada tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara normal (Hayens, 2003).
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar, yaitu hipertensi esensial (primer) dan hipertensi skunder. Hipertensi esensial (primer) merupakan tipe yang hampir sering terjadi 95 persen dari kasus terjadinya hipertensi. Hipertensi esensial (primer) dikaitkan dengan kombinasi faktor gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola makan. Sedangkan hipertensi sekunder berkisar 5 persen dari kasus hipertensi. Hipertensi sekunder disebabkan oleh kondisi medis lain (misalnya penyakit jantung) atau reaksi terhadap obat-obatan tertentu (Palmer, 2007).
b. Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi dilihat berdasarkan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik dalam satuan mmHg dibagi menjadi beberapa stadium.
Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah pada penderita hipertensi
c. Respon Penderita Hipertensi
Pada waktu tidur malam hari tekanan darah berada dalam kondisi rendah, sebaliknya tekanan darah dipengaruhi oleh kegiatan harian sehingga bila semakin aktif seseorang maka semakin naik tekanan darahnya. Dapat dibayangkan semakin tinggi tekanan darah seseorang maka semakin tinggi kekuatan yang mendorong darah dan dapat mengakibatkan pecahnya pembuluh darah dan perdarahan (haemmorrhage) yang dapat terjadi di otak dan jantung sehingga dapat mengakibatkan, stroke, gagal jantung bahkan kematian (Hayens, 2003).
Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan darah yang terus menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan pemeriksaan tekanan darah secara berkala, yang dapat dilakukan pada waktu check-up kesehatan atau saat periksa ke dokter. Seseorang baru merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah terjadi komplikasi. Jadi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, koroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi kognitif atau stroke (Lenny, 2008).
Pada penelitian ini, untuk menghindari hasil penelitian yang bias, maka penderita hipertensi yang menjadi responden dalam penelitian ini yaitu penderita hipertensi yang tidak mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi sehingga dapat dilihat hasil pemanfaatan mentimun (cucumis sativus) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi. Oleh karena itu, pada penelitian ini lebih difokuskan untuk melihat pemanfaatan mentimun (Cucumis Sativus) terhadap penurunan tekanan darah pada penderita hipertensi yang ringan dan sedang saja.
d. Bahaya Hipertensi
Hipertensi apabila tidak disembuhkan maka dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan arteri di dalam tubuh sampai organ-organ yang mendapatkan suplai darah darinya seperti jantung, otak dan ginjal (Hayens, 2003). Penyakit yang sering timbul akibat hipertensi adalah stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal (Ina, 2008).
Pada organ jantung, hipertensi adalah faktor resiko pendukung terbesar di seluruh dunia terhadap kejadian penyakit pembuluh darah jantung (Ezzati et al., 2003 dalam Kaplan, 2006). Infokes (2007) mengatakan bahwa hipertensi adalah salah satu penyebab kematian nomor satu, secara global. Komplikasi pembuluh darah yang disebabkan hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung koroner, imfark (penyumbatan pembuluh darah yang menyebabkan kerusakan jaringan) jantung, stroke, gagal ginjal dan angka kematian yang tinggi. Dari pemaparan di atas, terlihat bahwa hipertensi berdampak negatif pada organ-organ tubuh bahkan dapat mengakibatkan kematian.
e. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan dua jenis yaitu penatalaksanaan farmakologis atau dan penatalaksanaan non farmakologis. Pengobatan hipertensi juga dapat dilakukan dengan terapi herbal.
f. Penatalaksanaan Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis adalah penatalaksanaan hipertensi dengan menggunakan obat-obatan kimiawi, seperti jenis obat anti hipertensi. Ada berbagai macam jenis obat anti hipertensi pada penatalaksanaan farmakologis, yaitu:
g. Diuretik
Obat-obatan jenis ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui kencing). Dengan demikian, volume cairan dalam tubuh berkurang sehingga daya pompa jantung lebih ringan (Dalimartha, et al, 2008). Menurut Hayens (2003), diuretik menurunkan tekanan darah dengan cara megurangi jumlah air dan garam di dalam tubuh serta melonggarkan pembuluh darah. Sehingga tekanan darah secara perlahan-lahan mengalami penurunan karena hanya ada fluida yang sedikit di dalam sirkulasi dibandingkan dengan sebelum menggunakan diuretik. Selain itu, jumlah garam di dinding pembuluh darah menurun sehingga menyebabkan pembuluh darah membesar. Kondisi ini membantu tekanan darah menjadi normal kembali.
h. Penghambat adrenergik (β-bloker)
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial (Lenny, 2008). Pemberian β-bloker tidak dianjurkan pada penderita gangguan pernapasan seperti asma bronkial karena pada pemberian β-bloker dapat mengkambat reseptor beta 2 di jantung lebih banyak dibandingkan reseptor beta 2 di tempat lain. Penghambatan beta 2 ini dapat membuka pembuluh darah dan saluran udara (bronki) yang menuju ke paru-paru. Sehingga penghambatan beta 2 dari aksi pembukaan ini dengan β-bloker dapat memperburuk penderita asma (Hayens, 2003).
i. Vasodilator
Agen vasodilator bekeja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh darah (Wikipedia, 2008). Contoh yang termasuk obat jenis vasodilator adalah prasosin dan hidralasin. Kemungkinan yang akan terjadi akibat pemberian obat ini adalah sakit kepala dan pusing (Dalimartha, et al, 2008).
j. Penghambat enzim konversi angiotensin (penghambat ACE)
Obat ini bekerja melalui penghambatan aksi dari sistem reninangiotensin. Efek utama ACE inhibitor adalah menurunkan efek enzim pengubah angiotensin (angiotensin-converting enzym). Kondisi ini akan menurunkan perlawanan pembuluh darah dan menurunkan tekanan darah (Hayens, 2003).
k. Antagonis Kalsium
Antagonis Kalsium adalah sekelompok obat yang berkerja mempengaruhi jalan masuk kalsium ke sel-sel dan mengendurkan otot-otot di dalam dinding pembuluh darah sehingga menurunkan perlawanan terhadap aliran darah dan tekanan darah. Antagonis Kalsium bertindak sebagai vasodilator atau pelebar (Hayens, 2003). Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah (Lenny, 2008).
l. Penatalaksanaan Non Farmakologis
Menurut Dalimartha, et al (2008), upaya pengobatan hipertensi dapat dilakukan dengan pengobatan non farmakologis, termasuk mengubah gaya hidup yang tidak sehat. Penderita hipertensi membutuhkan perubahan gaya hidup yang sulit dilakukan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, faktor yang menentukan dan membantu kesembuhan pada dasarnya adalah diri sendiri (Palmer, 2007).
Enam langkah dalam perubahan gaya hidup yang sehat bagi para penderita hipertensi yaitu:
m. Mengontrol Pola Makan
Hayens (2003) menyarankan mengkonsumsi garam sebaiknya tidak lebih dari 2000 sampai 2500 miligram. Karena tekanan darah dapat meningkat bila asupan garam meningkat. Dimana pembatasan asupan sodium dapat mempertinggi efek sebagian besar obat yang digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi kecuali kalcium antagonis. Dalimartha, et al (2008) menyarankan lemak kurang dari 30% dari konsumsi kalori setiap hari. Mengonsumsi banyak lemak akan berdampak pada kadar kolestereol yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi meningkatkan resiko terkena penyakit jantung (Sheps, 2005).
n. Tingkatkan Konsumsi Potasium dan Magnesium
Pola makan yang rendah potasium dan magnesium menjadi salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi. Buah-buahan dan sayuran segar merupakan sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut untuk menurunkan tekanan darah (Dalimartha, et al, 2008).
o. Makan Makanan Jenis Padi-padian
Penelitian yang dimuat dalam American Journal of Clinical Nutrition yang ditulis dalam Dalimartha, et al (2008) ditemukan bahwa pria yang mengkonsumsi sedikitnya satu porsi sereal dari jenis padi-padian per hari mempunyai kemungkinan yang sangat kecil (0-20%) untuk terkena penyakit jantung. Semakin banyak konsumsi padi-padian, semakin rendah resiko penyakit jantung koroner, termasuk terkena hipertensi (Dalimartha, et al, 2008).
p. Aktivitas (Olah Raga)
Melalui olah raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit per hari) dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (Yundini, 2006). Palmer (2007) mengatakan bahwa ada delapan cara untuk meningkatkan aktivitas fisik yaitu: dengan menyempatkan berjalan kaki misalnya mengantar anak kesekolah, sisihkan 30 menit sebelum erangkat bekerja untuk berenang di kolam renang terdekat, gunakan sepeda untuk pergi kerja selama 2 sampai 3 hari dalam satu minggu, mulailah berlari setiap hari dimana melakukan latihan ringan pada awalnya dan tingkatkan secara perlahan-lahan, pada sat istirahat makan siang tinggalkan meja kerja anda dan mulailah berjalan, pergilah bermain ice-skating, roller-blade atau bersepeda bersama keluarga atau teman, satu hari dalam satu minggu, lakukan aktivitas baru misalnya bergabung dengan klub tenis atau bulu tangkis atau belajar dansa, yang terakhir pilih tangga dibandingkan lift atau eskalator.
q. Bantuan dari Kelompok Pendukung
Sertakan keluarga dan teman menjadi kelompok pendukung pola hidup sehat (Dalimartha, et al, 2008). Sehingga keluarga dan teman-teman mengerti sepenuhnya tentang besarnya resiko jika tekanan darah kita tidak terkendali. Dengan demikian keluarga dan teman akan membantu dengan memperhatikan makanan kita atau mengingatkan saat tiba waktunya untuk minum obat atau untuk melakukan aktivitas berjalan-jalan setiap hari dan mungkin saja mereka bahkan akan menemani kita (Sheps, 2005). Penelitian yang ditulis dalam Dalimartha, et al (2008) menunjukkan dukungan kelompok terbukti berhasil dalam mengubah gaya hidup untuk mencegah hipertensi.
r. Berhenti Merokok dan Hindari Konsumsi Alkohol berlebih
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab meningkatnya tekanan darah. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paruparu dan diedarkan ke aliran darah. Dalam beberapa detik nikotin mencapai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin), sehingga dengan pelepasan hormon ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Sheps, 2005).
Demikian juga dengan alkohol, efek semakin banyak mengkonsumsi alkohol maka semakin tinggi tekanan darah, sehingga peluang terkena hipertensi semakin tinggi (Hayens, 2003). Menurut Sheps (2005) alkohol dalam darah merangsang pelepasan epinefrin (adrenalin) dan hormon-hormon lain yang membuat pembuluh darah menyempit atau menyebabkan penumpukan lebih banyak natrium dan air. Selain itu minum-minuman alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kekurangan gizi yaitu penurunan kadar kalsium dan magnesium, rendahnya kadar dari kalsium dan magnesium berkaitan dengan peningkatan tekanan darah (Sheps, 2005). Beberapa laporan mnyimpulkan bahwa efek alkohol dimulai dari asupan alkohol yang paling rendah. Jadi, seseorang yang tidak mengkonsumsi alkohol maka cenderung memiliki tekanan darah yang normal. Laporan lain menunjukkan ada batas atau ambang tertentu dari alkohol yang dapat mempengaruhi tekanan darah (Hayens, 2003).
s. Terapi Herbal
Di dalam Traditional Chinesse Pharmacology, ada lima macam cita rasa dari tanaman obat yaitu pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Penyajian jenis obat-obatan herbal khususnya dalam terapi hipertensi disuguhkan dengan beberapa cara, misalnya dengan dimakan langsung, disajikan dengan dibuat jus untuk diambil sarinya, diolah menjadi obat ramuan ataupun dimasak sebagai pelengkap menu sehari-hari (Dalimartha, et al, 2008).
Adapun tanaman obat tradisional yang dapat di gunakan untuk penyakit hipertensi yaitu: bawang putih (Allimun sativum L), seledri (Apium graveolens L), belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L), belimbing (Averrhoa carambola L), teh (Camellia sinensis L), wortel (Daucus carota L), mengkudu (Morinda citrifolia L), mentimun (Cucumis sativus L) dan lain-lain (Wiryowidagdo, 2002).
3. Mentimun (Cucumis Sativus)
a. Pengertian
Timun atau mentimun (Cucumis Sativus) adalah tanaman merambat, batangnya menjulur, berbulu halus dan panjangnya sampai tiga meter. Bentuk daunnya seperti bentuk tangan, besar dan berbulu kasar serta berkeping 3 sampai 7, berakar serabut dan bentuknya bulat panjang, berwarna hijau muda dan mengandung banyak air. Isi buahnya lembut dan berbiji kecil-kecil berbentuk pipih (Wiryowidagdo, 2002).
Para ahli menamai mentimun Cucumis Sativus L. Mentimun termasuk keluarga besar suku labu-labuan atau Cucurbitaceae. Timun biasanya dipanen sebelum matang benar. Timun berupa herbal menjalar atau setengah merambat. Ia termasuk tanaman semusim. Artinya setelah berbunga dan berbuah ia akan mati. Satu tumbuhan dapat menghasilkan 20 buah namun dalam budidaya biasanya jumlah buah dibatasi untuk menghasilkan ukuran buah yang baik (Fikri, 2008).
b. Sejarah
Menurut Fikri (2008) di dalam berbagai literatur tertulis, timun merupakan tumbuhan asli India. Tumbuhan ini ditemukan pertama kali 10.000 tahun lalu. Uniknya, dari India timun justru tidak menyebar ke negara Asia lainnya, tetapi malah ditanam di Yunani dan Italia. Setelah itu barulah bibit timun di bawa ke China. Pada abad ke-9 timun ditanam di Prancis. Kemudian abad ke-14 ditanam di Inggris, dan dua abad kemudian barulah timun masuk ke Amerika Utara. Saat itu, tahun 1494 timun sudah ditanam di Haiti. Tahun 1535 tumbuhan ini ditanam petani di Montreal, kemudian tahun 1584 ditanam di Florida. Tidak jelas benar kapan timun masuk ke Indonesia. Yang jelas kini timbuhan ini dapat ditemukan di hampir seluruh dunia (Fikri, 2008).
c. Jenis Mentimun (Cucumis Sativus)
Ada banyak jenis mentimun yang bisa ditemukan di pasaran. Mentimunmentimun ini bervariasi dalam bentuk, ukuran, maupun warna kulitnya. Tetapi efek sehat yang terkandung dalam masing-masing jenis ini sama ampuhnya untuk menyembuhkan penyakit (Majalah Nirmala)
d. Mentimun Lokal.
Sayuran berbentuk bulat panjang dengan kulit berwarna hijau berlarik-larik putih kekuningan ini bisa dimakan mentah sebagai lalapan, campuran keredok den rujak, serta bisa diolah menjadi acar, dijus, direbus, atau dikukus. Mentimun lebih disarankan untuk dimakan mentah, karena proses pemasakan dan pengolahan menjadi acar akan mengurangi kandungan vitamin dan mineralnya, terutama vitamin C (Majalah Nirmala.
e. Mentimun Jepang (Kyuri).
Timun asal negeri sakura ini memiliki bentuk yang lebih 'ramping' dan panjang dibanding mentimun lokal. Kulitnya berwarna hijau gelap dengan bintik-bintik putih timbul yang membuat permukaannya tidak rata. Rasa dan teksturnya lebih lembut daripada mentimun lokal. Mentimun jeinis kyuri sangat cocok diolah menjadi campuran salad dan acar (Majalah Nirmala)
f. Mentimun Gherkin.
Disebut juga mentimun acar atau baby kyuri. Sesuai namanya mentimun ini lebih sering diolah menjadi acar. Ukurannya lebih kecil dengan kulit berwarna hijau tua dan ada bintik-bintik yang timbul seperti kyuri. Rasanya renyah, tidak terlalu berair dan tidak bergetah (Majalah Nirmala)
g. Zucchini.
Sayuran yang masih bersaudara dengan mentimun ini sering disebut sukini atau timun Italia. Memiliki ukuran lebih besar den tidak terlalu berair dibanding mentimun. Bentuknya tidak bulat sempurna, tapi bersegisegi. Warna kulitnya hijau lumut tua dan mengkilap. Bagian dalamnya berwarna putih menyerupai oyong. Majalah Nirmala (2008 dalam mengatakan berbeda dengan mentimun, sukini jarang dimakan mentah.
h. Habitat
Masyarakat pada umumnya menanam mentimun (Cucumis Sativus) di sawah atau di ladang sebagai tanaman komersial. Mentimun tumbuh sepanjang tahun dan tergolong tanaman merambat (Mangonting, et al, 2008).
i. Kandungan Mentimun (Cucumis Sativus)
Buah mentimun (Cucumis Sativus) mengandung sejumlah zat kimia alami diantaranya, vitamin A, B, C, E, saponin, protein, lemak, kalsium, fosfor, besi, belerang, flavonoid dan polifenol. Secara rinci di dalam 100 gram buah timun terdapat energi 20 kkal, karbohidrat 3.63 gr, gula 1.67 gr, serat pangan 0.5 gr, lemak 0.11 gr, protein 0.65 gr, Vitamin B1 0.027 mg, Vitamin B2 0.033 mg, Vitamin B3 0.098 mg, vitamin B5 0.259 mg, vitamin B6 0.040 mg, folate 2%, vitamin C 2.8 mg, kalcium 16 mg, zat besi 0.28 mg, magnesium 13 mg, fospor 24 mg, potassium 147 mg, zinc 0.20 mg (Fikri, 2008).
j. Khasiat Mentimun (Cucumis Sativus)
Mentimun (Cucumis Sativus) mempunyai banyak khasiat. Dalam berbagai uji coba yang dilakukan, ekstrak mentimun berdampak positif jika digunakan untuk mengobati penyakit seperti susah buang air besar, menurunkan kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, mencegah hepatitis, sariawan, demam, darah tinggi dan beberapa gangguan kesehatan lainnya (Mangonting, et al, 2008).
Kandungan serat dalam mentimun dapat menurunkan kadar lemak tubuh dan kolesterol serta memberi efek mengenyangkan sehingga kita jadi tidak gampang lapar. Selain itu, mentimun juga mengandung asam malonat yang dapat mencegah gula darah berubah menjadi lemak, sehingga sangat membantu menurunkan berat badan (Majalah Nirmala, 2008 dalam http://cybermed.cbn.net.id).
k. Pemanfaatan Mentimun terhadap Tekanan Darah Tinggi
Pemanfaatan mentimun dalam menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi yaitu dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (melalui air seni) (Mangonting, et al, 2008). Dimana mentimun mengandung mineral yaitu potassium, magnesium, dan pospor. Selain itu mentimun juga bersifat diuretic karena mengandung banyak air sehingga menbantu menurunkan tekanan darah (Myrank, 2009). Sementara di dalam Majalah Nirmala (2008, dalam http://cybermed.cbn.net.id) Penderita hipertensi sangat disarankan untuk mengkonsumsi mentimun, karena kandungan mineral kalium, magnesium, dan serat di dalam timun bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Serta mineral magnesium yang juga berperan melancarkan aliran darah dan menenangkan saraf.
l. Cara Meramu atau Membuat Jus Mentimun (Cucumis Sativus)
Cara meramu atau membuat jus mentimun untuk penyakit hipertensi yaitu: buah mentimun segar sebanyak 300 gram dicuci dan diparut kemudian diperas dan selanjutnya disaring. Pemarutan bisa dilakukan secara manual maupun non manual. Pemakaian hasil saringan diminum sekaligus, sementara untuk penggulangan harus dibuat ramuan baru (Wiryowidagdo, 2002). Sementara menurut Fikri (2008) cara meramu mentimun (Cucumis Sativus) untuk menurunkan tekanan darah tinggi yaitu ambil sebanyak 2 buah timun ukuran sedang. Cuci sampai bersih lalu potong-potong seperlunya. Kemudian rebus dengan 3-4 gelas air sampai tersisa separuhnya. Dinginkan, saring. Bagi ramuan menjadi dua. Minum pagi dan malam. Lakukan pengobatan sampai sembuh.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih ramuan mentimun menurut Wiryowidagdo, (2002) dimana sebanyak 300 gram mentimun dicuci dan diparut kemudian diperas dan selanjutnya disaring dan diminum 2 kali sehari yaitu pagi dan sore hari.
0 Response to "Teori Tekanan Darah "
Posting Komentar