Stres oksidatif adalah kondisi tubuh dimana senyawa radikal bebas melebihi toleransi tubuh. Stres oksidatif terjadi oleh berbagai mekanisme reaksi radikal bebas seperti :
- Inisiasi yaitu permulaan terbentuknya radikal bebas;
- Propagasi terjadinya rangkaian reaksi oleh timbulnya radikal bebas dan
- Terminasi terjadi pemusnahan atau inaktivasi radikal bebas, baik oleh antioksidan endogen, eksogen atau enzim.
Kegagalan terminasi dapat terjadi selama mekanisme perbaikan DNA yang menyebabkan mutasi gen. Mutasi gen dikaitkan dengan perubahan struktur DNA dan kerusakan DNA yang dapat terjadi melalui tiga mekanisme berikut :
- Reaksi peroksidasi pada membrane lipid dan sitosol menyebabkab terjadi reaksi reduksi asam lemak (otokatalisis) yang berakibat kerusakan membran dan organ sel.
- Modifikasi protein teroksidasi yaitu reaksi silang yang terjadi dari dampak radikal bebas melalui mediator sulfhidril oleh asam amino yang labil seperti sistein, metionin, lisin, histidin dan memecah rantai polipeptida.
- Kerusakan DNA timbul pada satu pita atau ke-dua pita yang berakibat pada kematian sel.
Radikal bebas adalah senyawa yang mempunyai elektron tanpa pasangan pada orbit terluar, bersifat sangat reaktif dengan waktu paruh yang sangat pendek. Elektron yang dimiliki cenderung pindah atau menarik elektron dari molekul disekitarnya.
Radikal bebas yang telah dikenal secara in vivo adalah :
- Radikal oksigen (oksigen-centered, R-O) seperti superoksid (O2), alkoksil (R-C=C-CO-R), peroksid ( R-C=C-COO-R), NO, NO2 ̄ dan OH ̄;
- Radikal karbon (carbon-centured, carbony, R-C=C-C-R) dan
- Radikal sulfur, yang lain adalah Fe++, Fe+++, NO2 ̄, NO3 ̄ CCl3 dan Cl ̄. Radikal bebas yang tidak stabil akan cepat mengalami dekomposisi spontan seperti superoksid (O2). Oksigen mengalami dekomposisi membentuk superoksid dan hidrogen peroksid.
Pada dasarnya radikal bebas di bentuk secara kontinyu oleh jaringan sebagai hasil reaksi metabolit dari suatu mekanisme endogen dan eksogen seperti aktivitas berbagai enzim oksidatif yang terdapat dalam mitokondria, lisosom, sitosol dan membran sel.
Senyawa radikal bebas dapat bereaksi dengan molekul lain melalui berbagai mekanisme seperti oksidasi, reduksi, abstraksi dan dismutasi. Reaksi senyawa radikal dengan molekul lain dapat mengalami propagasi.
Antioksidan
Sistem antioksidan tubuh meliputi antioksidan enzim dan non-enzim. Antioksidan enzim seperti SOD, GPx (gluthation peroksidase), katalase dan glukosaoksidase; semuanya ini inaktif selama makanan diproses. Antioksidan non-enzim seperti vitamin C, vitamin E (tokoferol), β-karoten, selenium dan seng. Sumber antioksidan dapat diperoleh dari diet berbagai komponen tanaman yang kaya kandungan antioksidan seperti
buah dan sayuran yang biasa dimakan dan tanaman lainnya.
Pada AR, peran antioksidan dihubungkan dengan berbagai fungsi sistem imun dan kerusakan oksidatif membran sendi akibat inflamasi. Kerusakan oksidatif yang terjadi disebabkan oleh peningkatan radikal bebas atau oksidan yang pada akhirnya dapat meningkatkan stres oksidatif tubuh. Studi epidemiologi secara luas menjelaskan bahwa faktor diet berpengaruh pada berbagai penyakit kronik, termasuk peran diet pada AR. Konsumsi buah, sayuran dan diet antioksidan berperan sebagai protektif dalam patogenesis penyakit jantung dan kanker, termasuk AR.
Banyak sumber antioksidan alami yang terdapat pada bahan pangan seperti buah dan sayuran dan diketahui berpengaruh terhadap proses oksidasi dalam siklus hidup sel. Antioksidan (mikronutrien) dan enzim intrasel dapat memproteksi kerusakan jaringan oleh oksidan. Untuk ini diperlukan kemampuan antioksidan agar terdistribusi ke jaringan dengan pertimbangan nilai bioavailability molekul antioksidan, karena sifat kelarutan antioksidan berbeda-beda. Vitamin E bersifat lipolitik, berbeda kemampuannya dengan antioksidan hidrolitik seperti vitamin C, memungkinkan efek antioksidan tergantung perbedaan area jaringan.
Studi klinik membuktikan adanya risiko stres oksidatif yang tinggi pada penderita AR. Dilaporkan kadar MDA dan produksi lipid peroksidasi lebih tinggi secara signifikan pada cairan sinovial dan serum penderita dibanding kontrol. Penelitian terpisah melaporkan adanya perubahan kadar antioksidan pada AR yang menyebabkan penurunan aktivitas SOD dan GPX.
Diet tinggi antioksidan seperti vitamin E, vitamin C, β-karoten dan fenol terbukti dapat mengurangi tanda-tanda penyakit. Penelitian terpisah melaporkan pemberian diet antioksidan memperbaiki status oksidan penderita AR. Ditemukan konsentrasi selenium darah dan komponen GPX lebih rendah pada penderita AR dibandingkan subyek sehat. Pemberian suplementasi selenium mampu meningkatkan aktivitas GPX darah pada penderita. Penderita AR yang diberi makanan olahan sumber antioksidan menghasilkan peningkatan SOD dan aktivitas GPX pada serum penderita. Kombinasi diet standar yang ditambahkan tinggi antioksidan, mampu meningkatkan aktivitas GPX pada serum dan menyebabkan kontrol penyakit lebih baik dan terjadi perbaikan status antioksidan yang dihubungkan dengan berkurangnya tanda-tanda penyakit.
Pemberian vitamin C pada tikus ajuvan arthritis yang distresor dengan suhu dingin mampu mengurangi radang. Vitamin C adalah substansi scavenger, mereduksi aktivitas sinergis dua atau lebih antioksidan lain. Pada permukaan ekstrasel, antioksidan yang bermolekul kecil seperti vitamin C, β-karoten dan vitamin E berperan penting sebagai pertahanan. Konsentrasi antioksidan yang bermolekul kecil ini pada plasma ditentukan oleh jumlah diet yang dimakan.Pemberian diet tinggi antioksidan diduga mampu menekan i.NOs, sehingga aktivitas NO menurun.
0 Response to "PENGERTIAN STRES OKSIDATIF"
Posting Komentar