Selamat Datang di sitedak.blogspot.com - Semoga tulisan kami bermanfaat bagi anda...Silahkan Share untuk keluarga dan teman dekat jika tulisan ini bermanfaat, Terima Kasih

Kondisi Psikiatrik Terkait Gagal Ginjal

Gangguan Psikiatrik pada Pasien 
Penyakit Ginjal Kronik

PENDAHULUAN 
Pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah salah satu kondisi pasien yang paling kompleks dalam praktik consultation-liaison psychiatry (CLP). Kondisi fi sik yang terganggu dengan berbagai macam kelainan metabolik hanyalah sebagian penyebab yang membuat tata laksana pasien dengan kondisi ini menjadi lebih kompleks. Selain itu, faktor psikologis pada pasien dengan kondisi penyakit ginjal kronik juga sangat terpengaruh. Hal ini disebabkan selain perjalanan penyakit yang panjang, ketidakmampuan pasien dan perasaan tidak nyaman yang diakibatkan karena bergantung dengan mesin hemodialisis sering menjadi sumber putus asa yang mengarah kepada hendaya psikologis lebih lanjut.

Secara global, terdapat 200 kasus gangguan ginjal per sejuta penduduk, 8 juta di antara jumlah populasi yang mengalami gangguan ginjal berada dalam tahap penyakit ginjal kronik. Penelitian sebelumnya mengatakan terdapat hubungan antara mengalami gagal ginjal dengan timbulnya gangguan psikiatri pada pasien. Kondisi ini bisa terjadi pada kasus gagal ginjal akut maupun yang kronik. Kondisi yang paling sering dihubungkan pada kasus gagal ginjal pada fase akut adalah delirium.

ILUSTRASI KASUS 
Berbagai kasus terkait kondisi gangguan kejiwaan pada pasien dengan gangguan ginjal banyak ditemukan. Di bawah ini terdapat tiga kasus dengan perbedaan gejala dan keluhan psikiatriknya. 

Ilustrasi Kasus 1 
Pasien laki-laki usia 48 tahun dirawat dengan diagnosis penyakit ginjal kronik dengan rencana hemodialisis keesokan harinya. Sore itu pasien tampak gelisah, psikomotor aktif cenderung agresif, serta tampak kebingungan. Pasien dikekang dengan ikatan kain karena sangat gelisah. Pemeriksaaan status mental mengonfi rmasi adanya gangguan dalam memusatkan, mempertahankan dan mengalihkan perhatian. Pasien juga mengalami kekacauan orientasi waktu, tempat, dan orang. Diagnosis delirium pada kondisi medis umum ditegakkan. Pasien diberi Haloperidol injeksi intravena 2,5 mg. Sejam kemudian, observasi lanjutan memperlihatkan kondisi pasien sudah lebih tenang. Hemodialisis dilakukan tetap sesuai jadwal pada pagi harinya. 

Ilustrasi Kasus 2. 
Pasien laki-laki usia 48 tahun dengan penyakit ginjal kronik sudah 2 tahun menjalani hemodialisis teratur 2 kali seminggu. Selama ini pasien tidak pernah melewatkan hemodialisisnya. Setahun terakhir pasien sering sulit mengendalikan dietnya, aturan diet dari dokternya tidak pernah dituruti. Makanan sumber kaya Kalium(K) seperti kentang dimakan tanpa pembatasan. Dia juga terus merokok dan makan sate kambing kesukaannya sampai beberapa puluh tusuk sekali makan. Pasien juga tidak mau mengurangi asupan cairannya padahal berkemihnya sudah sedikit hanya sekitar 500 ml perhari. Pasien dikonsulkan oleh dokter penyakit dalam yang merawat. Pemeriksaan menghasilkan diagnosis Gangguan Depresi. Pasien mengatakan lebih baik segera mati daripada merepotkan banyak orang. Pasien sampai saat ini masih menjalani psikoterapi dan pengobatan untuk mengurangi depresinya.

Ilustrasi Kasus 3 
Pasien seorang laki-laki usia 56 tahun dengan kondisi gagal ginjal akut dan baru saja menjalani hemodialisis yang pertama kali. Sekitar 2 jam setelah hemodialisis selesai, pasien mulai bicara kacau, tidak koheren dan gelisah. Pasien tampak ingin selalu bangun dari tempat tidurnya karena merasa tidak betah lama-lama duduk. Psikomotor tampak agitasi yang jelas. Pemeriksaan laboratorium saat ini menunjukkan kadar ureum, kreatinin dan nitrogen urea darah dalam kondisi normal. Tidak terdapat riwayat kondisi seperti ini di masa lalu dan tidak ada riwayat gangguan psikiatri lainnya. Diagnosis saat pasien diperiksa adalah sindrom disequlibrium. Untuk sementara pasien diberi lorazepam 0,5mg untuk meredakan agitasinya. Dua puluh empat jam setelah kondisi terakhir saat diperiksa, pasien sudah tampak baik kembali, tidak terdapat gejala sisa. 

KONDISI PSIKIATRIK TERKAIT GAGAL GINJAL 
Delirium 
Delirium pada kondisi gagal ginjal dikaitkan dengan kegagalan ginjal dalam mengeluarkan metabolit beracun dari dalam tubuh lewat saluran kemih. Penyebabnya bisa karena kadar ureum dalam darah yang meningkat (uremia), anemia dan hiperparatiroidisme. Kondisi ini juga bisa terjadi seiring dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang menerima dialisis akibat kondisi disfungsi renalnya. Status mental pada kondisi ini akan berubah dari sulit konsentrasi dan gangguan intelejensia sampai kebingungan nyata yang disertai kelesuan. 

Hal paling penting adalah membedakannya dengan demensia dialisis atau dengan demensia sebelum kondisi gangguan ginjal terjadi. Deteksi dini gangguan kognitif menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) bisa dilakukan rutin pada pasienpasien gangguan ginjal apalagi yang berusia lanjut.

Biasanya, dengan hemodialisis, kondisi gangguan kognitifnya akan kembali normal, namun ada kalanya menetap. Pada kasus pertama, kondisi delirium terjadi pada pasien yang belum menjalani hemodialisis. Penggunaan antipsikotik dosis kecil dan atau anticemas sering berguna untuk mengatasi gejala-gejala delirium. Hal yang perlu diingat pengobatan ini bersifat sementara sampai gangguan dasarnya diobati.

Depresi 
Depresi adalah kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal. Prevalensi depresi berat pada populasi umum adalah sekitar 1,1%-15% pada laki-laki dan 1,8%-23% pada wanita, namun pada pasien hemodialisis prevalensinya sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 47%. Hubungan depresi dan mortalitas yang tinggi juga terdapat pasien-pasien yang menjalani hemodialisis jangka panjang. Kondisi afeksi yang negatif pada pasien gagal ginjal juga seringkali bertumpang tindih gejalanya dengan gejala-gejala pasien gagal ginjal yang mengalami uremia seperti iritabilitas, gangguan kognitif, ensefalopati, akibat pengobatan atau akibat hemodialisis yang kurang maksimal.

Pendekatan psikodinamik pada gangguan depresi adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan hilangnya sesuatu di dalam diri manusia tersebut. Kondisi ini biasa terjadi pada pasien dengan gangguan medis kronik termasuk pasien dengan masalah ginjal. Persepsi diri akan kehilangan yang besar dalam kehidupan pasien melebihi kenyataan kondisi sebenarnya yang mungkin tidak sebesar persepsi pasien. Walaupun pada beberapa kondisi berat, kondisi ginjal pasien yang sebenarnya memang sesuai dengan persepsi pasien akan sakitnya yang kronik.

Kondisi gagal ginjal yang biasanya dibarengi dengan hemodialisis adalah kondisi yang sangat tidak nyaman. Kenyataan bahwa pasien gagal ginjal terutama penyakit ginjal kronik yang tidak bisa lepas dari hemodialisis sepanjang hidupnya menimbulkan dampak psikologis yang tidak sedikit. Faktor kehilangan sesuatu yang sebelumnya ada seperti kebebasan, pekerjaan dan kemandirian adalah hal-hal yang sangat dirasakan oleh para pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Hal ini bisa menimbulkan gejala-gejala depresi yang nyata sampai dengan tindakan bunuh diri. Kepustakaan mencatat bahwa tindakan bunuh diri pada pasien penyakit ginjal kronik yang mengalami hemodialisis di Amerika Serikat bisa mencapai 500 kali lebih banyak daripada populasi umum. Selain tindakan nyata melakukan tindakan bunuh diri, sebenarnya penolakan terhadap kegiatan hemodialisis yang terjadual dan ketidakpatuhan terhadap diet rendah potasium adalah salah satu hal yang bisa dianggap sebagai upaya “halus” untuk bunuh diri.

Apa yang terjadi pada pasien pada ilustrasi kedua adalah kondisi yang menggambarkan situasi depresi. Ketidakpatuhan akan diet yang disarankan adalah suatu gejala putus asa yang merupakan salah satu ciri gejala depresi. Lebih jauh adanya ide-ide kematian sering dialami oleh pasien dengan kondisi depresi berat. Walaupun tidak ada perilaku membunuh diri yang nyata, ketidakpatuhan pasien terhadap aturan dokter dan malahan berkesan melawan aturan tersebut adalah suatu sikap pasif agresif yang ditunjukkan pasien. 

Sindrom Disekuilibrium 
Kondisi sindrom disekuilibrium cukup sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Hal ini biasanya terjadi selama atau segera setelah proses hemodialisis. Kondisi ini disebabkan oleh koreksi berlebihan keadaan azotemia yang menyebabkan ketidakseimbangan osmotik dan perubahan pH darah yang cepat, membuat adanya edema serebral yang menyebabkan timbulnya gejalagejala klinik seperti sakit kepala, mual, keram otot, iritabilitas, agitasi, perasaan mengantuk dan kadang kejang. Gejala psikosis juga bisa terjadi. Sindrom disekuilibrium biasa terjadi setelah 3 s.d. 4 jam setelah hemodialisis namun bisa juga terjadi 8-48 jam setelah prosedur itu dilakukan.

Biasanya kondisi ini terjadi pada pasien yang baru pertama kali menjalani hemodialisis seperti pada pasien yang diilustrasikan pada kasus ketiga. Kondisi ini biasanya segera terjadi setelah hemodialisis namun bisa segera membaik jika diberi penanganan tepat. Obat antipsikotik dosis kecil bisa diberikan untuk mengatasi gejala-gejala psikotik yang timbul akibat kondisi ini. Haloperidol sampai saat ini merupakan obat yang disarankan karena efeknya yang relatif minimal pada pasien dengan gangguan ginjal dan dapat digunakan secara aman pada pasien dengan gagal ginjal sekalipun. Dosisnya berkisar antara 1-2 mg perhari. Pengurangan dosis secara empiris dapat dilakukan untuk mengurangi efek sedasi yang mungkin timbul. Penggunaan obat-obatan antipsikotik atipikal, seperti risperidon, kuetiapin, olanzapin, pada beberapa laporan kasus dikatakan cukup aman dan tidak memerlukan penyederhanaan dosis untuk pasien gagal ginjal yang mengalami gejala psikotik akibat kondisi sindrom disekuilibrium atau demensia dialisis. Tetapi belum ada penelitian sistematik penggunaan obat antipsikotik atipikal ini untuk kasus-kasus gejala psikotik, skizofrenia, delirium, dan demensia pada pasien ginjal. Efek obat antipsikotik atipikal pada pasien dengan metabolisme glukosa terganggu atau dengan komorbiditas diabetes melitus perlu menjadi bahan pertimbangan. Obat antipsikotik atipikal, terutama olanzapin, sering menginduksi atau mencetuskan terjadinya diabetes.

Demensia Dialisis 
Demensia Dialisis juga dikenal dengan sebutan ensefalopati dialisis adalah sindrom yang fatal dan progresif. Pada prakteknya hal ini jarang terjadi, biasanya pada pasien yang sudah menjalani dialisis paling sedikit satu tahun. Kondisi ini diawali dengan gangguan bicara, seperti gagap yang kemudian berlanjut menjadi disartria, disfasia dan akhirnya tidak bisa bicara sama sekali. Kondisi ini memberat sampai berkembang menjadi mioklonus fokal maupun menyeluruh, kejang fokal atau umum, perubahan kepribadian, waham dan halusinasi. Demensia dialisis disebabkan karena keracunan alumunium yang berasal dari cairan dialisis dan garam alumunium yang digunakan untuk mengatur kadar fosfat serum. Pencegahannya dengan menggunakan bahan dialisis yang tidak mengandung alumunium. Pada awalnya kondisi ini dapat kembali baik namun jika dibiarkan dapat menjadi progresif sampai dengan 1-15 bulan setelah gejala awal. Kematian biasanya terjadi dalam rentang 6-12 bulan setelah permulaan gejala.

PSIKOFARMAKOLOGI PADA PASIEN DIALISIS 
Kebanyakan obat psikotropik yang digunakan sehari-hari dalam praktek psikiatri medis selain litium dimetabolisme di hati sehingga memerlukan penyesuaian dosis pada pasien-pasien gagal ginjal yang memerlukan hemodialisis. Pada kenyataannya di dalam praktik pasien gangguan ginjal sering mengalami efek yang tidak dikehendaki. Hal ini disebabkan karena perubahan farmakokinetik obat-obat tersebut. Perubahan ini berkaitan dengan distribusi obat tersebut di tubuh, ikatan protein dan metabolismenya.

Pengobatan pasien gangguan ginjal yang mengalami gangguan kejiwaan juga sangat terbatas pada situasi tertentu. Obat-obat psikotropika tidak dapat menggantikan konseling dan psikoterapi yang terkadang lebih diperlukan pasien daripada pengobatan saja. Sangat penting diingat dalam penanganan delirium pada kondisi apapun adalah mengenali penyebab deliriumnya. Pengobatan dosis rendah haloperidol untuk menghilangkan gejala kegelisahan psikomotor dan gejala psikosis bisa dilakukan karena haloperidol didetoksifikasi di hati.

SIMPULAN 
Pasien penyakit ginjal kronik sering mengalami gangguan psikiatrik terkait dengan kondisi medis umumnya. Gangguan psikiatrik seperti delirium, depresi, kecemasan dan sindrom disekuilibrium sering dialami oleh pasien dengan penyakit ginjal kronik. Dokter perlu memahami fisiologi dan psikopatologi timbulnya gangguan psikiatrik pada pasien penyakit ginjal kronik. Kemampuan untuk mengenali kondisi psikiatrik terkait dengan kondisi penyakit ginjalnya akan membuat penanganan dan penatalaksanaan yang menyeluruh dan lebih baik kepada pasien.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kondisi Psikiatrik Terkait Gagal Ginjal "

Posting Komentar